Rabu, 27 Mei 2009

Gua Akbar Tuban






Tidak seperti layaknya goa alam lain yang berlokasi di tempat terpencil, Gua Akbar yang merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Tuban berada tepat di bawah pasar rakyat. Ramainya aktifitas jual beli di pasar sungguh sangat kontras dengan suasana hening diselingi gemercik air saat berada di dalam gua ini. Didalam gua ini juga dibangun sebuah kolam air tawar dengan menempatkan ikan mas didalamnya, otomatis hal ini memberikan nilai tambah tersendiri bagi pengunjung saat mengunjungi objek wisata ini.

Nama Akbar konon berasal dari nama sebuah pohon yang tumbuh didepan gua, yakni pohon Abar. Namun sumber lain menyebutkan nama Akbar tersebut diberikan oleh pemerintah Kabupaten Tuban yang merupakan akronim dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri dan Rapi yang tak lain dan tak bukan adalah merupakan slogan dari Kabupaten Tuban itu sendiri.




Gua Akbar itu sendiri memiliki nilai religius. Diceritakan bahwa Sunan Bonang melihat gua ini saat diajak oleh Sunan Kalijogo yang saat itu masih bernama Raden Mas Sahid. Beberapa tempat di Gua Akbar dipercaya sebagai tempat Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang pernah bertapa. Seperti ceruk yang diberi nama Pasepen Koro Sinandhi, yaitu tempat pintu yang dirahasiakan. Ceruk ini sangat kecil pintunya. Untuk masuk ke dalamnya, orang dewasa harus merangkak atau sekurangnya membungkuk. Oleh masyarakat sekitar dipercaya prosesi membungkuk ini memiliki makna filosofis yang tinggi, yakni pengunjung diingatkan bahwa di depan mata Allah semua harus merendahkan diri.

Pada sisi lain dari dalam gua terdapat sebuah ruangan yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk melakukan ibadah sholat. Bagian ini memiliki lantai dasar gua yang telah dilapis keramik warna putih dan hitam sebagai penanda barisan sholat. Beberapa pengunjung tampak meluangkan waktu untuk sholat sejenak di tempat ini.

Sebuah ruangan yang cukup luas terdapat pula didalam gua ini diberi nama Paseban Wali yang dipercaya dulunya digunakan oleh para walisongo untuk berkumpul dan menyampaikan ajaran agama Islam. Suatu hal yang harus ditelaah lebih lanjut, mengingat Wali Songo hidup tidak persis pada zaman yang sama.Namun demikian, Paseban Para Wali itu memang mirip ruang pertemuan. Adanya lubang-lubang di langit-langit goa hingga cahaya matahari masuk dalam bentuk jalur cahaya yang jelas. Stalaktit dan stalagmit juga seakan menjadi hiasan ruangan. Itu ditambah dengan adanya batu-batu besar yang terletak di bagian depan ruang, seakan menjadi podium bagi pembicara.

Sejak direnovasi pada tahun 1996, Gua Akbar semakin menarik untuk dikunjungi. Jalur jalan didalam gua terbuat dari paving block dengan pembatas pagar besi (sebagian diantaranya telah di krom) pada bagian sisinya tampak memberi kesan bersh dan rapi. Pagar pembatas tersebut sengaja dipasang agar pengunjung tidak sampai mengeksplorasi tanpa arah saat berada didalam gua. Cukup ikuti jalur yang telah dibuat tersebut otomatis seluruh bagian gua bisa dinikmati. Di berbagai tempat dipasang lampu-lampu warna-warni yang walau kurang bisa menunjukkan tekstur goa, namun cukup membuat suasana nyaman.

Jika anda berkunjung ke Kota Tuban, tidak ada salahnya menyempatkan diri untuk mengunjungi objek wisata Gua Akbar. Penataan yang apik dan bersih menjadikan objek wisata ini layak dijadikan objek wisata andalan Kabupaten Tuban.

sumber : navigasi.net

Telaga Ngebel, Ponorogo



Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur

Telaga Ngebel terletak di daerah wewengkon (Jawa: kuasa) kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Sekitar 25 km dari pusat kota Ponorogo. Bisa diambil melalui jalan raya Madiun-Ponorogo ke arah timur, bisa juga mulai ambil dari jantung kota Ponorogo. Sepertinya Pemkab Ponorogo serius dalam mengelola tempat wisata ini, terlihat dari banyaknya papan penunjuk arah menuju ke Telaga Ngebel di sepanjang perjalanan. Jalanan pun dibuat hotmix, meskipun tidak seluruhnya.

Telaga Ngebel (1)

Paling enak mencapai telaga ini tentu saja dengan menggunakan mobil pribadi. Saya belum tahu apakah ada angkutan umum yang menuju ke sana karena letaknya cukup terpencil. Berada di ketinggian 734 dpl (di atas permukaan laut), akses jalan menuju ke telaga ini cukup sempit dan terjal. Hati-hati jika kemampuan menyetir di pegunungan belum terlalu mahir. Akan ada tikungan menanjak dan berkelok-kelok. Saya jarang menggunakan gigi 1 kalau sedang naik gunung, tetapi di perjalanan ke Ngebel, ada lokasi yang memaksa saya menggunakan gigi 1.

Telaga Ngebel (2)

Pemandangan yang ditawarkan telaga Ngebel luar biasa. Masih alami dan sepi. Lebih indah dari danau Situgunung Sukabumi. Aura mistik-berhantu-nya saya rasakan juga tidak sengeri Situgunung dan waduk Wonorejo Tulungagung. Langitnya biru cantik. Di sekeliling telaga terdapat jalan searah yang mengantarkan kita menyusuri setiap sudut telaga yang dihiasi oleh hutan kecil yang cukup rimbun ini. Fotogenik bahkan dalam kondisi toplit. Sepertinya, kalau di pagi dan sore hari, pemandangan akan lebih cantik lagi.

sumber : blog.galihsatria.com
Foto-foto: flickr

Katinting Race

Suasana Pantai Ide di tepian Danau Matano pagi itu sedikit berbeda. Pantai yang biasanya lengang menjadi lebih ramai dari biasanya. Ratusan orang memadati kawasan Pantai dan dermaga. Dinginnya pagi tak mampu menyurutkan mereka yang penasaran untuk menyaksikan event paling seru di Luwu.
Marak dan meriah. Itulah suasana yang terasa dalam setiap penyelenggaraan Katinting Race yang digelar di Danau Matano, Luwu, Sulawesi Selatan. Para warga berduyun-duyun untuk menyaksikan aksi katinting kesayangan mereka yang bakal saling berpacu dalam lomba adu cepat perahu tradisional, yang selalu dilaksanakan setiap bulan Agustus ini.

Apa Sih Katinting?

Katinting adalah sebuah kapal kayu yang banyak dijumpai di Kabupaten Luwu Timur. Dalam kesehariannya, katinting merupakan alat transportasi penting yang kerap digunakan untuk penyeberangan sungai atau danau yang ada di kawasan ini. Maklum saja, sebagian besar kawasan ini memang masih belum terjamah jalan-jalan aspal rata dan mulus lantaran belum ratanya 'kue' pembangunan. Memiliki panjang sekitar 10 meter, perahu ini digerakkan oleh sebuah mesin berkekuatan kecil yang ditempelkan di buritan belakang, layaknya pada speedboat modern.

Selain sebagai sarana transportasi reguler, katinting, terutama yang beroperasi di Danau Matano, juga memiliki fungsi lain. Setiap akhir pekan atau pada masa liburan, perahu ini laris disewa oleh para wisatawan yang ingin berkeliling sambil menikmati panorama menawan Danau Matano.

Jadi Agenda Tahunan

Sejak beberapa tahun lalu, Katinting Race telah masuk dalam daftar event tahunan di Danau Matano, Luwu Timur. Lomba ini hampir tak pernah absen digelar dan telah menjadi kebanggaan masyarakat Luwu. Suasana suka cita dan sportif selalu menghiasi setiap pelaksanaan pertandingan adu cepat perahu yang khas ini. Perlombaan ini pun menjadi hiburan langka bagi warga Sorowako dan sekitarnya. Digelarnya lomba ini juga untuk memeriahkan perayaan HUT Kemerdekaan RI dan diharapkan mampu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi Danau Matano yang mempesona yang selama ini masih belum dikenal secara luas.

Pantai Ide menjadi pusat penyelenggaraan setiap pelaksanaan Lomba ini. Pantai wisata di bibir danau ini menjadi titik start lomba yang selalu disesaki pengunjung yang ingin menyaksikan event ini.

Peserta lomba tak hanya berjumlah belasan, tapi bisa mencapai puluhan katinting. Jumlah ini pun makin meningkat setiap tahunnya. Katinting yang ambil bagian dalam lomba ini bukan hanya yang biasa mangkal di Matano saja tapi juga dari Malili yang berjarak sekitar 60 km dari Sorowako dan daerah lainnya. Mereka akan saling bersaing dan berpacu untuk memperebutkan hadiah yang nilainya mencapai jutaan rupiah.

Seseru A1 GP

Layaknya ajang race yang lain, Katinting Race memiliki serangkaian aturan yang wajib diikuti seluruh peserta. Uniknya, sebagian besar aturan yang diterapkan dalam pertandingan ini ternyata mirip dengan spa yang berlaku pada ajang balap mobil A1 GP, yaitu lomba mobil yang membawa nama negara yang beberapa waktu lalu sukses digelar di Indonesia. Setiap peserta wajib menggunakan bentuk perahu dan spesifikasi mesin yang sama, yaitu mesin standar berkapasitas 24 PK, body sepanjang 10 meter dan diisi 3 orang. Dengan aturan seperti itu, tak heran bila lomba ini pun berlangsung ketat. Performa mesin serta kepiawaian sang nakhoda dalam mengemudikan katinting-nya menjadi kunci utama untuk menjuarai race ini.

Lomba ini menerapkan sistem gugur dan terbagi dalam beberapa babak, yaitu penyisihan, semi final dan final. Alhasil, setiap peserta memiliki kemungkinan untuk 'turun' beberapa kali. Banyaknya babak yang harus dilalui peserta menyebabkan pertandingan ini berlangsung hingga sore hari.

Sehari menjelang pertandingan dimulai, panitia mulai sibuk melakukan berbagai persiapan. Marka-marka yang berupa pelampung dan bendera merah putih dipasang pada rute sepanjang sekitar 500 meter yang telah ditentukan. Pada hari yang sama pula, sejumlah peserta pun tak kalah sibuk. Di sudut-sudut danau mereka berlatih dengan memacu 'mobil'-nya sekaligus mengetes kemampuan dan setting-an mesin untuk mendapat perfoma terbaiknya.

Keesokan harinya, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sejak jam 07.00 pagi, seluruh katinting sudah ready di dermaga Pantai Ide. Saat lomba, peserta dilepas berpasangan dan harus melintasi jalur sebanyak 2 kali. Saat lomba berlangsung, tak jarang terdengar teriakan-teriakan serta tepuk tangan dari para supporter untuk menyemangati katinting favorit. Suasana pun terasa makin meriah.

Serunya lagi, Anda tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun, alias gratis, untuk menyaksikan serunya Katinting Race ini. Tentu, ini tak lepas dari upaya pemerintah daerah setempat untuk lebih memperkenalkan Danau Matano sebagai destinasi wisata unggulan di Luwu Timur yang patut dikunjungi oleh para wisatawan domestik maupun mancanegara.

Sumber: Majalah Tamasya/liburan.info

Selasa, 26 Mei 2009

Jembatan Akar Bayang

Objek wisata ini terletak kurang lebih 88km ke arah Selatan dari kota Padang. Kira-kira +/- 5km sebelum Painan dari perjalanan Padang - Teluk Bayur - Painan, Kec. Bayang, Kab. Pesisir Selatan, Sumatera Barat, anda akan bertemu dengan pertigaan jalan menuju Jembatan Akar. Anda belok kiri di sini, dan mengikuti jalan kecil sepanjang +/- 18 km yang nantinya akan anda temukan sebuah sungai dengan lebar sekitar 30-35m yang bening, berarus deras namun amat menyejukkan di selingi dengan batu2 besar. Diatas sungai inilah membentang sebuah jembatan yang terkenal sebagai salah satu objek wisata andalan Sumatera Barat, yang dinamai oleh penduduk setempat dengan nama Jambatan Aka (Jembatan Akar). Sesuai dengan namanya, jembatan ini terbuat dari akar-akar (aka) dua pohon yang berseberangan. Panjang jembatan sekitar 30 meter, lebar lantai satu meter, dan tinggi dinding pengaman kurang lebih satu meter. Ketinggiannya dari dasar sungai sekitar enam meter.

Aneh bin ajaib, jembatan yang menghubungkan Desa Pulut-pulut dengan Desa Lubuak Silau ini tercipta bukan oleh teknologi mutakhir, tetapi oleh kepanjangakalan manusia dan proses alami. Kini umur Jembatan Akar itu lebih 90 tahun.

Menurut keterangan yang dihimpun Kompas, Jembatan Akar itu dirancang oleh Pakiah Sokan alias Angku Ketek bersama masyarakat Desa Pulut-pulut, tempat jembatan ini berada. Di Pesisirselatan, Pakiah Sokan adalah seorang yang berilmu tinggi dan sering memberikan pengajian. Terbit ide untuk membuat Jembatan Akar, setelah titian bambu yang biasa digunakan masyarakat, sering hancur dan diseret air bah bila Sungai Batang Bayang meluap. Bagi Pakiah Sokan, yang tiap harinya memberikan pengajian ke desa seberang (Lubuak Silau), meski jembatan tidak ada, aktivitas tetap bisa dijalankan. Karena dengan segala kepandaiannya, ia bisa berjalan di atas air.

Namun, bagi masyarakat awam hal ini tentu masalah. Terputusnya hubungan dua desa karena tiadanya jembatan. Suatu kali terpikir oleh Pakiah Sokan untuk menanam pohon beringin dan pohon asam kumbang, tak jauh dari titian bambu.

Waktu terus berjalan, dari hari ke bulan, dan ke tahun serta seterusnya. Pohon beringin dan asam kumbang yang ditanam di masing-masing di pangkal titian bambu terus tumbuh dan berkembang. Akar-akarnya yang tak membumi karena tertahan bebatuan. Akar-akar itu bergelantungan, dimasukkan dan dililitkan pada titian bambu tadi.

Tahun demi tahun akar-akar kedua pohon itu terus tumbuh dan berkembang, menjadi panjang, besar, dan lebat. "Lima belas tahun kemudian atau tahun 1916 silam, lilitan-lilitan akar sudah tercipta bagaikan jembatan. Jembatan ini punya pantai dan dinding pengaman yang semakin baik dan kukuh," cerita seorang tetua di Desa Pulut-pulut.

Sekarang, Jembatan Akar yang panjangnya sekitar 30 meter itu semakin kukuh dan kuat. Lantai dan dinding jembatan dipenuhi akar-akar yang rapat dan menyatu kuat, sebesar paha dan pangkal lengan orang dewasa. Jembatan itu tidak mudah goyah, bahkan sekalipun dilewati lima orang.

"Namun untuk pengamanan, agar Jembatan Akar itu tidak putus, kini dipasang tali penyangga yang terbuat dari baja. Dalam waktu dekat, lalu lintas masyarakat membawa hasil bumi yang selama ini memanfaatkan Jembatan Akar akan dialihkan ke jembatan gantung yang akan dibangun tidak jauh dari lokasi Jembatan Akar. Sedang keberadaan Jembakar Akar khusus untuk wisatawan," ungkap Bupati Darizal Basir.

Secara terpisah, Kakanwil Depparpostel Sumbar, Drs Rusjdi, mengatakan, sebagai obyek wisata andalan Sumbar, prasarana dan sarana di Jembatan Akar terus dibenahi. "Fasilitas umum di sekitar lokasi sudah hampir lengkap, antara lain mushala, toilet, tempat parkir dan pelindung," tuturnya. Tahap selanjutnya akan dibangun restoran, cottage, kedai cenderamata, dan warung telepon.

Yang terasa kurang saat ini, barangkali hanyalah fasilitas untuk ganti pakaian karena toilet yang ada tidak memadai untuk itu. Wisatawan biasanya mandi di Batang Bayang, sekitar jembatan akar tersebut. Konon kabarnya, mereka yang mandi di sini bisa awet muda.

Penulis : Koerga
Fotografer : Koerga
Sumber : navigasi.net/liburan.info
Lokasi : Kec. Bayang, Kab. Pesisir Selatan, Sumatera Barat

Senin, 25 Mei 2009

Lembah Harau, Payakumbuh

Lembah Harau di Kab.Lima Puluh Kota


Luar biasa. Demikian ungkapan yang terlontar bila Anda baru kali pertama mengunjungi Lembah Harau. Betapa tidak, di lokasi ini terdapat tiga air terjun deras yang bermuara pada satu kolam alam besar. Tak hanya itu, tempat ini juga dikelilingi pemandangan alam yang berasal dari perbukitan di daerah tersebut. Indah untuk dilukiskan. Pendek kata, Anda akan menyesal bila suatu saat datang ke Tanah Minangkabau, tanpa mampir ke tempat ini.

Lembah Harau terletak di Kabupaten Lima Puluh Koto, sekitar 15 kilometer dari Payakumbuh atau 47 km timur laut Bukittinggi, Sumatra Barat. Lokasi ini mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Di samping itu, perjalanan menuju jurang besar dengan diameter mencapai 400 meter ini juga menyenangkan. Selama perjalanan, Anda dapat tebing-tebing granit unik yang menjulang pada ketinggian antara 80 sampai 300 meter. Pokoknya, Anda pasti akan menemukan banyak keindahan yang memukau sepanjang jalan.

Tempat ini memang sudah lama menjadi perhatian orang. Sebuah monumen peninggalan Belanda yang terletak di kaki air terjun Sarasah Bunta menjadi bukti kalau lembah ini sudah sering dikunjungi sejak 1926. Selain keindahan alam tadi, keelokan lain masih betebaran di sekitar Lembah Harau. Di dataran tingginya, Anda bisa menemukan cagar alam dan suaka margasatwa seluas 270,5 hektare.

Di cagar alam tersebut, banyak terdapat berbagai spesies tanaman hutan hujan tropis. Daerah ini juga dilindungi sejumlah binatang langka asli Sumatra. Monyet ekor panjang, misalnya. Selain primata jenis Maccaca Fascicularis itu, bila beruntung, Anda juga bisa menyaksikan harimau Sumatra, beruang, tapir, dan landak. Memang, Lembah Harau menjadi obyek wisata andalan di Kabupaten Lima Puluh Koto.

sumber : http://surau.org

Ngarai Sianok

Ngarai Sianok

Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.

Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memsiahkan Pulau Sumatra menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Sungai Sianok yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.

Sungai Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.

sumber : id.wikipedia.org

Pesona Pantai Carocok Painan

Pantai Carocok Painan Di Waktu senja

Pantai carocok ini Terletak disebelah barat kota Painan, berjarak kira-kira 2 km dari Pasar Painan.Pantai ini Sangat Terkenal di Sumatera Barat Maupun Indonesia, kata sebagian orang Pantai Carocok ini tidak kalah dari Pantai Pulau di Malaysia ( Pantai Semenanjung Kra )
.

Pulau Batu Kareta

Dalam kawasan Objek Wisata Pantai Carocok Painan ini Juga terdapat sebuah Pulau Batu Karang yang tersambung dengan ujung Bukit Langkisau.Yaitu Pulau Batu Kareta

Dahulu Pulau Batu Kareta dapat dicapai hanya Pada saat air Pasang surut, akan tetapi sejak dibangunnya Jembatan oleh Pihak PEMKAB Pesisir Selatan Pulau Batu Kareta ini dapat dicapai kapan saja .

Tidak itu saja sekitar 200 meter Kebarat Pantai carocok ini terletak sebuah pulau kecil yang bersejarah,yaitu Pulau Cingkuk.Dipulau ini dapat kita jumpai bekas-bekas Reruntuhan Benteng Portugis.

Menurut Sejarah Pertama kali Portugis menjejakan kakinya di Pesisir Pulau Sumatera adalah di Pulau Cingkuk ini.

Pantai Carocok Painan

Di samping benteng Portugis tersebut di pulau ini juga ada sebuah makam orang portugis yang ada Prasastinya.

Pulau kecil yang berpasir putih dan berair sangat bersih serta sangat tenang ini sangat ramai dikunjungi orang untuk berwisata terutama pada saat hari libur.

Pelabuhan Panasahan Painan Dari Kejauhan

Berbagai kegiatan dapat dilakukan di pulau cingkuk ini mulai dari mandi air laut ,menyelam sampai memancing dapat dilakukan disini

Untuk mencapai pulau ini tidak susah,anda cukup berdiri di ujung jembatan wisata pantai Carocok Painan yang Berada dihadapan Pulau Cingkuk, Beberapa orang tukang perahu bermesin tempel akan menghampiri anda, menawarkan jasanya untuk mengantarkan anda Ke Pulau Cingkuk.cukup dengan biaya Rp.5.000,- per orang.

Pulau Cingkuk Menjelang Senja

Kembali ke Pantai carocok Painan.Saat yang paling indah di pantai carocok painan adalah disaat matahari akan tengelam, Panorama Jingga Sunset yang memantul diatas Permukaan Samudera Indonesia Sangat Bagus disaksikan disini.

Pantai Painan Dari Kejauhan

Untuk mencapai lokasi pantai carocok ini tidaklah susah.dari Padang,ibukota Propinsi Sumatera barat anda menuju Kota Painan,ibukota kabupaten Pesisir Selatan.Setiba di Kota Painan anda tuju bagian barat kota atau Carocok maka anda disambut oleh gerbang Pantai Carocok Painan.

Soal tempat menginap di kota Painan Tersedia Beberapa wisma, Juga tempat makan. jadi anda tidak usah khawatir jika Berkunjung ke Painan.(Efni Dewita).

Selamat berkunjung.

Sumber :Efnidewita.blogspot.com